CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Minggu, 15 Juni 2008

SARUNG SEBAGAI IDENTITAS

Kalau mengikuti posting2qu sebelumnya, yaitu mengenai bromo tak lupa aq akan sedikit memberi ulasan tentang budaya masyarakat tengger berdasarkan pengamatan dan hasil perbincangan(begini2 waktu kuliah sering melakukan penelitian tentang masyarakat n pernah kerja parttime pencari data di lsm makanya langsung klik kalau ada yang menarik untuk diamati. Pertama waktu masuk wilayah Ngadisari di berhentikan oleh bapak2 2 orang pakaian mereka seperti masyarakat umumnya memakai celana panjang atasan kaos or hem. Setelah saya amati bapak2 yang tadi dan bapak2 yang ada di pos mereka semua memakai sarung dan sarung itu tidak di pakai sebagaimana biasanya yaitu sebagai bawahan karena mereka sudah memakai celana panjang, sarung tersebut hanya dikalungkan di leher atau di sampirkan bahu sampai pinggang tetapi hanya disampirkan agar tak jatuh. Sampai di parkiran mobil terakir(bapak yang menawarkan sewa kuda) juga berpakaian lengkap tak lupa memakai sarung. Trus rasa penasaran ini tak kuat untuk di bendung "Pak dingin ya kok pakai sarung? padahal saya merasakan waktu itu jam 10.30 hawanya tidak begitu dingin. Dan si bapak menjawab"tidak kok mbak", Laku saya menayakan lg "LHA GAK DINGIN KOK PAKAI SARUNG TO PAK", Bapaknya menjawab lagi ini memang kebiasaan penduduk sini mbak(maksudnya bromo). Kemudian saya amati lagi teman si bapak td duduk juga menggunakan sarung. Waktu kita nyewa jep yang nyetir juga pakai sarung dengan cara yang sama walaupun corak n warna sarung berbeda2. Nah ini dia waktu saya sewa kuda, bapak yang menuntun kuda dan teman2nya jg pakai sarung, lalu iseng saya tanya jawabanya hampir sama seperti bapak yang sebelumnya. Bapak yang menuntun kuda juga menerangkan bahwa mereka memakai sarung hanya kalau di bromo saja, tetapi kalau pergi ke kota separti surabaya,malang atau probolinggo mereka menanggalkan sarungnya.Kemudian saya sempat mampir ke taman atau tepatnya tempat restarea yang pemandanganya indah, dan di tempat itu banyak penjual bakso. Yng menarik penjual bakso tsb ada yang pakai sarung n tidak. Kebetulan kami membeli bakso yng tidak memakai sarung,setelah berbasa-basi akirnya si penjual bakso bercerita kalau aslinya bukan bromo tapi probolinggo. Dari pengamatan sekilas tadi n moga2 betul sarung yang dipergunakan di Bromo menunjukan sebagai identitas masyarakat dan untuk membedakan mana penduduk yang asli atau tidak. Untuk sementara begitu dan hal ini perlu penelitian lebih lanjut yang mendalam, dan insyaallah saya jg akan mencari referensi lain untuk mendukung ulasan saya ini. Oh iya hampir lupa, saya jadi teringat film yang berjudul PASIR BERBISIK(di bintangi Christin Hakim dan Dian Sastro) kalau di ingat2 semua pemain laki2nya juga menggunakan sarung dengan cara yang sama seperti bapak2 yang saya temui waktu di bromo.see you...............

0 komentar: